WJtoday, Bandung – Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil menanggapi isu mural yang belakangan ini ramai diperbincangkan. Dirinya mengajak semua pelaku mural untuk berdialog.
Hal itu diungkapkan Ridwan Kamil melalui akun instagramnya @ridwankamil, Rabu (1/9/2021). Bahkan dia mengunggah foto mural bertuliskan Mural Is Dead.
“Mural is dead? Kita ini harus berdialog, dalam merumuskan “batas”. Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas,” tulis Ridwan Kamil dalam caption foto tersebut.
Dalam dunia digital pun, lanjut pria yang akarab disapa Kamil itu, tidak semua paham mana kritik, argumentatif perundungan atau hinaan. Menurutnya, orang berjiwa besar bicarakan gagasan, sementara orang berjiwa kerdil bicarakan atau menggosipkan orang.
Seperti saat lalu lintas, dibatasi di lampu berhenti, kebebasan ekspresi pun dibatasi, oleh nilai “kesepakatan budaya dan kearifan lokal”. Itulah kenapa isu “mural kritik” kelihatannya masih berada di ruang abu-abu.
Ia pun menyatakan, jika belum ada kesepahaman, maka tafsir boleh/tidak boleh akan selalu menyertai perjalanan dialektika “ini kritik atau hinaan” dalam dinamika demokrasi bangsa ini.
“Dalam perspektif saya, mural adalah seni ruang publik yang “temporer”. Ada umurnya. Pelaku mural juga harus paham dan jangan baper, karena karyanya suatu hari akan hilang. Apalagi tanpa izin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun oleh hilang ditimpa pemural lainnya. Mari berdialog,” ujarnya.
Seniman Mural Jangan Baper
Ridwan Kamil minta seniman mural jangan sampai tersinggung atau baper, jika karya mural yang dibuat ditertibkan atau ditutup mural lainnya. Hal itu sudah biasa dalam seni mural, seni perkotaan yang didukungnya sejak dirinya menjabat Walikota Bandung.
“Dalam perspektif saya, mural adalah seni ruang publik yang temporer. Ada umurnya. Pelaku mural harus paham dan jangan baper, karena karyanya suatu hari akan hilang. Bisa tersapu hujan, dihapus aparat ataupun oleh hilang ditimpa pemural lainnya. Mari berdialog,” kata Ridwan Kamil, Rabu (1/9/2021).
Kritik dalam mural harus segera didialogkan antara pelaku mural dengan pihak-pihak lainnya seperti seniman dan pemerintah dan tentu selalu memiliki aturan dan batasannya. Harus berdialog dalam merumuskan batas.
Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas. Di dunia digital pun, tidak semua paham, mana itu kritik argumentatif mana itu ‘buli/shaming’.
Ia pun menyebutkan sejumlah etika dalam berkarya. Ia mengatakan bahwa orang yang berkarya dan berjiwa besar selalu membicarakan gagasan, tetapi orang berjiwa kerdil membicarakan atau menggosipkan orang.
“Seperti saat lalu lintas kita dibatasi di lampu setopan, kebebasan ekspresi pun dibatasi, oleh nilai kesepakatan budaya dan kearifan lokal. Itulah kenapa isu mural kritik kelihatannya masih berada di ruang abu-abu,” jelasnya.